Pendidikan zaman now. Demikian kiranya yang sering kita dengar dalam keseharian terkini.
Pendidikan di sekolah, mulai TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan sejenisnya hingga di satuan pendidikan yang non formal dan Perguruan Tinggi. Termasuk di pendidikan dalam format pelatihan, workshop, ceramah umum, penyuluhan, bahkan pengajian umum, dengan semakin "cerdas"nya media dan semakin terbukanya informasi publik sering kita memperoleh kabar tentang kejadian - kejadian "aneh" di tempat atau satuan - satuan pendidikan tersebut.
Apa yang dimaksud kejadian "aneh"?. Yaitu, kejadian yang bertolak belakang dengan nilai - nilai universal kependidikan. Misalnya, ada orang tua melaporkan guru ke pihak kepolisian, hanya gara - gara anaknya dijewer oleh guru tersebut saat belajar di kelas. Ada lagi yang aneh lainnya, seorang guru merasa bangga saat nilai ulangan para muridnya dibawah standar. Dia merasa menjadi guru yang pintar. Ada lagi, para murid berkelahi atau "tawuran" dengan murid dari sekolah lainnya.
Keanehan - keanehan itu menurut para senior saya tidak terjadi pada pendidikan zaman lama. Mengapa sekarang terjadi?. Nampaknya, ada sesuatu yang hilang dalam pendidikan zaman now.
Apa gerangan yang hilang atau paling tidak berkurang?.......
Belajar dari prilaku yang ada saat ini, baik dari guru maupun dari murid, dan berpedoman pada pandangan mendasar dari IMAM MALIK bin ANAS rahimahumallah, maka yang hilang atau berkurang itu adalah Ikhlash atau Nilai Ikhlash dari para guru dan para murid.
Menurut Imam Malik rahimahullah bahwa pendidikan bermutu yang menghasilkan lulusan berahlaq dan berprestasi unggul, bahkan berdampak pada terciptanya keunggulan berikutnya adalah pendidikan yang diproses oleh guru dan murid yang sama - sama ikhlash. Mereka melakukan pendidikan dengan semata - mata hanya karena pengabdian kepada Allah Dzat Pencipta dan Penggerak Pendidikan tersebut.
Benarkah keikhlasan telah hilang atau berkurang dari dalam proses pendidikan zaman now?.
Jawabannya.........masing - masing kita bisa mengamatinya di lapangan.
Senin, 01 Oktober 2018
AM-3 dalam pendidikan anak
Tulisan ini didorong oleh kegelisahan dan kekhawatiran saya terhadap fenomena yang semakin meruah dalam praktek pendidikan di sekitar atau di seantero Nusantara tercinta.
Bagaimana tidak khawatir, ketika ada fakta beberapa orang guru dilaporkan oleh orangtua murid ke pihak kepolisian, karena guru yang bersangkutan memarahi murid yang sulit berdisiplin. Fakta lain mengemuka semakin banyak guru yang protes bahkan berdemonstrasi menuntut hak - haknya (honor) kepada pemerintah.
Setelah mengamati kemudian merenung dan menganalisis saya berkesimpulan bahwa semua itu terjadi akibat materi pendidikan kita pada saat ini lebih menonjolkan materi yang bersifat pengetahuan (ilmu pengetahuan) daripada yang bersifat sikap dan kecakapan/keterampilan. Kondisi ini memang tengah diperbaiki oleh pemerintah dengan meluncurkan kurikulum 2013 (K-13) yang antara lain bercirikan kesatuan sikap, pengetahuan , dan keterampilan dalam setiap pembelajarannya. Ciri lainnya adalah setiap pembelajaran harus mengandung dan memacu K-4 (kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif) murid dan guru.
Selama 5 tahun (2014 - 2018) K-13 disosialisasikan dan diimplementasikan pada semua satuan dan kegiatan pendidikan, namun gejala ke arah meningkatnya sikap dan prilaku baik (minimal sopan santun) belum kelihatan massiv.
Belajar dari dakwah Muhammad Rasulullah SAW, maka saya memformulasikan bahwa pendidikan akan effektif dan menghasilkan murid berprilaku baik (positif), jika materi pendidikan dikemas dalam tiga tingkatan, yaitu Pertama, materi tentang Aqidah atau keimanan atau keyakinan akan kemampuan dan kelemahan dirinya yang bersumber dari Kekuasaan dan Kehendak (Qudrat - Iradat) Allah Dzat Maha Pencipta. Dengan demikian, materi awal pendidikan adalah tentang Aqidah, kekuatan mental spiritual untuk menghasilkan insan (murid) yang aqidahnya mantap. Inilah yang saya sebut AM-1 (aqidah mantap). Setelah aqidah para murid mantap, maka baru berlanjut pada tingkat materi kedua, yaitu materi tentang ahlaq mulia. Pada konteks tulisan ini saya sebut dengan AM-2 (ahlaq mulia). Materi yang berkisar ahlaq atau adab seorang manusia terhadap Allah, ahlaq manusia terhadap dirinya, ahlaq manusia terhadap sesama manusia, ahlaq manusia terhadap mahluq lainnya akan menjadi wahana implementatif dari aqidah yang telah dimilikinya. Selanjutnya, dengan landasan aqidah mantap dan ahlaq mulia, pendidikan selanjutnya memproses amal yang bermanfaat dan maqbul (diterima oleh Allah SWT). Materi tentang amal yang bermanfaat dan maqbul merupakan materi tingkat ketiga, olehnya saya sebut AM-3. Dengan amal yang bermanfaat (dan maqbul) sudah barang tentu didasari ilmu dan teladan mulia dari Muhammad SAW.
Akhirnya, pendidikan masa kini harus AM-3, yaitu AM-1 (aqidah mantap), AM-2 (ahlaq mulia), dan AM-3 (amal manfaat & maqbul).
Selorohnya...... Pendidikan cukup dengan AM, AM, AM.
Bagaimana tidak khawatir, ketika ada fakta beberapa orang guru dilaporkan oleh orangtua murid ke pihak kepolisian, karena guru yang bersangkutan memarahi murid yang sulit berdisiplin. Fakta lain mengemuka semakin banyak guru yang protes bahkan berdemonstrasi menuntut hak - haknya (honor) kepada pemerintah.
Setelah mengamati kemudian merenung dan menganalisis saya berkesimpulan bahwa semua itu terjadi akibat materi pendidikan kita pada saat ini lebih menonjolkan materi yang bersifat pengetahuan (ilmu pengetahuan) daripada yang bersifat sikap dan kecakapan/keterampilan. Kondisi ini memang tengah diperbaiki oleh pemerintah dengan meluncurkan kurikulum 2013 (K-13) yang antara lain bercirikan kesatuan sikap, pengetahuan , dan keterampilan dalam setiap pembelajarannya. Ciri lainnya adalah setiap pembelajaran harus mengandung dan memacu K-4 (kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif) murid dan guru.
Selama 5 tahun (2014 - 2018) K-13 disosialisasikan dan diimplementasikan pada semua satuan dan kegiatan pendidikan, namun gejala ke arah meningkatnya sikap dan prilaku baik (minimal sopan santun) belum kelihatan massiv.
Belajar dari dakwah Muhammad Rasulullah SAW, maka saya memformulasikan bahwa pendidikan akan effektif dan menghasilkan murid berprilaku baik (positif), jika materi pendidikan dikemas dalam tiga tingkatan, yaitu Pertama, materi tentang Aqidah atau keimanan atau keyakinan akan kemampuan dan kelemahan dirinya yang bersumber dari Kekuasaan dan Kehendak (Qudrat - Iradat) Allah Dzat Maha Pencipta. Dengan demikian, materi awal pendidikan adalah tentang Aqidah, kekuatan mental spiritual untuk menghasilkan insan (murid) yang aqidahnya mantap. Inilah yang saya sebut AM-1 (aqidah mantap). Setelah aqidah para murid mantap, maka baru berlanjut pada tingkat materi kedua, yaitu materi tentang ahlaq mulia. Pada konteks tulisan ini saya sebut dengan AM-2 (ahlaq mulia). Materi yang berkisar ahlaq atau adab seorang manusia terhadap Allah, ahlaq manusia terhadap dirinya, ahlaq manusia terhadap sesama manusia, ahlaq manusia terhadap mahluq lainnya akan menjadi wahana implementatif dari aqidah yang telah dimilikinya. Selanjutnya, dengan landasan aqidah mantap dan ahlaq mulia, pendidikan selanjutnya memproses amal yang bermanfaat dan maqbul (diterima oleh Allah SWT). Materi tentang amal yang bermanfaat dan maqbul merupakan materi tingkat ketiga, olehnya saya sebut AM-3. Dengan amal yang bermanfaat (dan maqbul) sudah barang tentu didasari ilmu dan teladan mulia dari Muhammad SAW.
Akhirnya, pendidikan masa kini harus AM-3, yaitu AM-1 (aqidah mantap), AM-2 (ahlaq mulia), dan AM-3 (amal manfaat & maqbul).
Selorohnya...... Pendidikan cukup dengan AM, AM, AM.
BaCeM
Sebagaimana dilansir World Economic Forum (WEF) pada akhir September 2018 (26/09),
sebanyak 137 negara masuk dalam daftar GCI (Global Competitiveness Index, index daya saing global) tahun ini dan Indonesia bertengger
di peringkat 36. Peringkat ini merupakan peningkatan dari peringkat tahun
sebelumnya yang menempatkan Indonesia di posisi 41. Apa ini maknanya?.
Sebelum memaknai lansiran itu, saya perlu menginformasikan apa yang dimaksud GCI?.
Global Competitiveness Index (GCI)
merupakan laporan tahunan yang telah disusun oleh Executive Chairman WEF,
Professor Klaus Schwab sejak tahun 1979. Metode tersebut kemudian dikembangkan
di tahun 2005 oleh Xavier Salai Martin dan sejak saat itu metode dan berbagai
hasil laporan GCI ditemukan dan diumumkan.
Untuk laporan tahun 2017-2018 ini,
WEF mengungkapkan bahwa pihaknya menggunakan 12 pilar untuk mengukur daya saing
yang menjadi penentu dari pertumbuhan jangka panjang dan faktor esensial dalam
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. 12 pilar tersebut adalah
Insitusi (Insitutions), Infrastruktur (Infrastructure), Lingkungan Makroekonomi
(Macroeconomic Environment), Kesehatan dan Pendidikan Primer (Health and
Primary Education), Pendidikan Tinggi dan Pelatihan Peterampilan (Higher
Education and training), Efisiensi pasar barang (Goods Market Efficiency),
Efisiensi pasar tenaga kerja (Labour Market Effiency), Pengembangan pasar
Finansial (Financial market development), Kesiapan Teknologi (Techological
readiness), Besaran pasar (Market Size), Kepuasan berbisnis (Business
Sophistication) dan Inovasi (Innovations).
Indonesia meningkat tingkat/index daya saingnya, dari 41 di tahun 2016-2017 menjadi 36 pada 2017-2018 berkat kerja keras semua pihak yang dikomandoi oleh pemerintah.
Dalam suatu wawancara, Jusuf Kalla mengungkapkan bahwa daya saing itu sebenarnya mudah meningkatkannya, yaitu kita harus menjamin kepastian bahwa produk atau jasa Indonesia adalah lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah. Secara mutu harus lebih baik dari produk/jasa lainnya. Secara pelayanan harus lebih cepat, dan secara harga harus lebih murah.
Ketiga indikator persaingan (daya saing) tersebut, kemudian saya singkat dengan kata BaCeM (bacem adalah jenis pengolahan kuliner tertentu di Jawa Barat, seperti Tempe bacem, tahu bacem).
Jadi saat kita berfikir dan bekerja berdaya saing tinggi harus menghasilkan produk/jasa yang mutunya lebih baik, pelayanannya lebih cepat, dan harganya lebih murah daripada produk/jasa pihak lain.
Senin, 09 April 2018
menajamkan komunikasi lewat buku penghubung
Ki Hajar Dewantara telah mewanti - wanti sejak bergulirnya pendidikan nasional Indonesia, bahwa pembangunan pendidikan dan pendidikan itu sendiri perlu digotong bersama (gotong royong) antara satuan pendidikan (misalnya sekolah), keluarga (orangtua), dan lingkungan (masyarakat). Kemudian pada era Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan semangat (ajaran) tersebut digelorakan dengan mengusung sebutan "tripusat" atau "tricentrum" pendidikan, dengan visi pembangunan pendidikan "terbentuknya insan serta ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter dengan berlandaskan gotong royong".
Pokok kegiatan dari tripusat pendidikan menurut pandangan saya adalah komunikasi antara 3 unsur tersebut. Pihak satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat saling berkomunikasi untuk menghasilkan kesepahaman dan kesamaan gerak dalam menciptakan suasana bagi muncul dan bertumbuh-kembangnya potensi anak (peserta didik/warga belajar/murid). Hal ini sesuai dengan rumusan makna pendidikan yang terdapat dalam Undang-undang sistem pendidikan nasional, yaitu: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Bab I, Pasal 1, Butir 1 UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Komunikasi untuk membangun kesepahaman dan kesamaan gerak dalam "mendidik" anak/murid/warga belajar/peserta didik perlu terwujud antara 3 pihak/unsur tersebut dalam tripusat. Dalam konteks komunikasi antara satuan pendidikan dan keluarga dikenal apa yang disebut buku penghubung.
Harapan awal diadakannya buku penghubung adalah menciptakan media untuk menghubungkan apa yang dilakukan di satuan pendidikan terhadap anak/murid/warga belajar/peserta didik dengan apa yang diharapkan atau apa yang harus dilakukan (melanjutkan) para orangtua di keluarga. Buku penghubung berisi pesan - pesan guru (tentang prilaku anak/murid), pesan - pesan atau harapan atau respon orangtua, informasi kegiatan satuan pendidikan yang perlu diketahui keluarga/orangtua, dan bahan bacaan pelengkap untuk orangtua.
Seiring dengan ketidakpahaman terhadap fungsi dan tujuan diadakannya buku penghubung, maka buku penghubung di beberapa satuan pendidikan tidak diadakan, beberapa satuan pendidikan diadakan tapi tidak maksimal fungsinya. Siapa yang tidak paham fungsinya itu?. Tentu dari kedua pihak, yaitu satuan pendidikan dan keluarga/orangtua.
Untuk terjadinya komunikasi antara orangtua dan satuan pendidikan mutlak salah satunya perlu mengoptimalisasi penggunaan buku penghubung. Bagaimana caranya?
Pertama sekali harus dibangun kesadaran bersama antara satuan pendidikan dan orangtua untuk menyadari betapa pentingnya komunikasi antarmereka, dan salah satu medianya adalah buku penghubung. Perlu disepakati pula apa yang harus dilakukan satuan pendidikan dan apa yang harus dilakukan para orangtua terhadap optimalisasi buku penghubung tersebut.
Setelah itu, desainlah buku penghubung dengan desain yang "bersahabat, menyenangkan, dan mudah digunakan". Misalnya pilihlah buku dengan kemasan yang isi (lembaran)nya dapat dilepas dan dimasukkan dengan mudah tanpa merusak lembaran itu, pilih juga warna buku yang menarik dan sesuai dengan alam peserta didik. Gunakan istilah dalam buku penghubung dengan istilah - istilah atau simbol - simbol (gambar) yang menyenangkan, memotivasi, menghargai dan sesuai alam peserta didik.
Buku penghubung diawali oleh Rubrik/Bagian Pertama, yang memuat 3 jenis lembar. Lembar pertama berupa cover yang dapat dibubuhi ruang (kolom) nama pemilik (warga belajar) dan kelas/grup/kelompok. Lembar kedua, memuat judul buku (misalnya: Buku Aksiku) dan kolom nama serta kelas/kelompok pemilik (warga belajar). Lembar ketiga, memuat identitas warga belajar pemilik buku tersebut, misalnya disediakan kolom sketsa wajah (foto close-up), kolom nama lengkap, dan foto keluarga warga belajar.
Rubrik kedua adalah rubrik yang memuat komentar/catatan satuan pendidikan (terutama pendidik) terhadap kegiatan belajar dan prilaku menonjol anak/murid, paraf/tanda tangan orangtua. Rubrik ini berisi beberapa lembar atau kolom sesuai jumlah hari pembelajaran yang dirancang.
Rubrik ketiga adalah rubrik yang memuat komunikasi atau korespondensi antara pendidik/pengelola satuan pendidikan dengan orangtua. Korespondensi berkenaan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak/murid, termasuk prilakunya (bisa prilaku yang menonjol atau yang biasa - biasa saja).
Rubrik keempat memuat informasi atau pengumuman yang dikeluarkan oleh satuan pendidikan, seperti jadwal kegiatan, jadwal pembagian rapor, dan sebagainya. Pada setiap lembar informasi perlu dicantumkan kolom paraf orangtua sebagai wujud konfirmasi dari mereka.
Rubrik kelima memuat informasi atau lembar bacaan yang diperuntukkan bagi para orangtua, yang berisi tentang apa-apa yang harus orangtua ketahui, praktekkan, dan didiskusikan di keluarga sekisaran tumbuh kembang anak.
Rubrik keenam (terakhir) memuat tentang informasi referensi yang bersifat sangat umum dan umum, bisa berisi program pemerintah atau pemerintah daerah tentang pendidikan, lingkungan hidup, dan sebagainya.
Rubrik - rubrik isi buku penghubung perlu didesain dan dikemas dalam sajian yang menyenang kan serta memotivasi para orangtua untuk merespon apa - apa yang dituliskan dalam buku tersebut.
Setelah desain buku penghubung disepakati oleh semua unsur satuan pendidikan, terutama pengelola dan para pendidik, maka berikutnya pihak satuan pendidikan membuat buku penghubung sesuai desain. Buku penghubung yang telah berwujud ini selanjutnya dilatihkan kepada para pendidik tentang bagaimana menggunakannya. Selain itu, buku ini juga diinformasikan kepada para orangtua tentang bagaimana menggunakan buku tersebut.
Semua telah siap, buku penghubung siap, para pengguna juga siap, maka langkah selanjutnya adalah penggunaan buku penghubung untuk meningkatkan mutu komunikasi antara satuan pendidikan dengan para orangtua. Caranya, setiap hari pendidik mengisi rubrik tertentu dengan informasi sekitar prilaku tumbuh-kembang anak/murid, kemudian buku tersebut dibawa oleh anak/murid untuk disampaikan kepada orangtuanya. Orangtua wajib membaca, menelaah, dan merespon apa - apa yang tertulis di rubrik serta membubuhkan paraf/tanda tangan pada kolom yang tersedia. Orangtua juga dipersilakan menuliskan apa - apa yang menarik dari prilaku (tumbuh - kembang) anak saat di rumah pada rubrik yang telah disediakan. Selanjutnya buku yang telah disikapi orangtua pada esok harinya dibawa lagi oleh anak/murid untuk disampaikan kepada satuan pendidikan (pendidik). Begitulah seterusnya berdaur hingga kurun tertentu.
Melalui buku penghubung ini, satuan pendidikan dapat membuat agenda pertemuan dengan orangtua secara umum ataupun khusus (pada orangtua tertentu).
Ternyata, mudah kan melakukan komunikasi melalui buku penghubung?.
Bagaimana?.......Kini saatnya kita meningkatkan komunikasi antara keluarga dengan satuan pendidikan, dan kini juga saatnya kita memanfaatkan buku penghubung untuk komunikasi itu. SELAMAT MENINGKATKAN KOMUNIKASI DENGAN MEMANFAATKAN BUKU PENGHUBUNG.
Minggu, 07 Agustus 2016
SEKILAS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN
Mengawali tulisan sederhana
tentang pengelolaan pembelajaran dalam pendidikan anak usia dini, nonformal,
dan informal mari kita segarkan pemahaman kita terlebih dahulu tentang apa
sebenarnya pembelajaran, dan apa pula sebenarnya pendidikan?.
Undang – undang Nomor 20, Tahun
2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional mengatur dan menjelaskan bahwa:
“Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” (Bab I, Psl 1, butir 1,
UU 20/2003 SPN).
Penjelasan
undang –undang tentang pendidikan memahamkan kepada kita bahwa pendidikan diselenggarakan untuk mewujudkan
suasana dan proses pembelajaran dengan maksud supaya peserta didik aktif
mengembangkan potensi dan sumber daya yang terkandung dalam dirinya. Melalui
suasana dan proses pembelajaran setiap peserta didik pada akhirnya mampu
memiliki kekuatan spitual keagamaan, mampu mengendalikan diri, memiliki
kecerdasan, berakhlak mulia, dan memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi
dirinya orang lain dan negara.
Jadi
pendidikan mengandung salah satu kata kunci, yaitu PEMBELAJARAN. Lebih rinci
dijelaskan dalam undang – undang tersebut tentang pembelajaran, yakni:
“Pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar” (Bab I, Psl 1, butir 20,
UU 20/2003 SPN).
Selaku
inti pendidikan, pembelajaran tentu perlu dikelola (dimanage) secara sungguh –
sungguh, sistematis, dan fungsional, serta effesien dan effektif.
Permasalahannya,
sering kita menganggap dan melakukan kegiatan pembelajaran sebagai kegiatan
rutin belaka. Kita melakukannya hanya dengan manajemen seadanya, misalnya
merencanakan pembelajaran hanya diawal tahun saja, dan pada setiap pembelajaran
(sessi/pertemuan belajar) kita tidak mengubah atau menyesuaikan apa yang telah
kita rencanakan dengan kondisi baru perkembangan peserta didik, keilmuan, dan
masyarakat pada umumnya. Bahkan kita sering menggunakan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) tiga tahun lalu pada pembelajaran saat ini. Ada yang lebih
daripada semua itu, pembelajaran yang kita lakukan hanya berbekal sebuah buku
pelajaran.
Kenyataan
tersebut tentu tidak kita harapkan terjadi terus menerus. Pembelajaran perlu
kita kelola dengan manajemen yang terbuka, partisipatif, dan sistematik.
Bagaimana seyogyanya pengelolaan pembelajaran itu. Uraian berikut di bawah ini
akan memicu bahkan memacu kita untuk meningkatkan pengelolaan pembelajaran yang
kita lakukan.
PENGELOLAAN
PEMBELAJARAN
Pemeran utama pengelolaan pembelajaran adalah
pendidik, yaitu tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Pengelolaan pembelajaran yang
dibahas di bawah ini hanya menguraikan secara terbatas 3 (tiga) fungsi
pengelolaan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, serta penilaian dan tindak lanjut.
A. Perencanaan.
Selaku pendidik kita tentu
merencanakan setiap pembelajaran. Kegiatan – kegiatan yang dilakukan dalam
konteks perencanaan adalah :
1.
Memahami arah dan standar kompetensi lulusan
program pendidikan.
Pendidik dalam kegiatan pembelajaran
apapun perlu memahami arah program yang di dalamnya terdapat peran pendidik.
Katakanlah jika kita sebagai pendidik Program Paket C, maka kita perlu memahami
arahnya program Paket C, yaitu selain membekali peserta didik dengan kemampuan
lulusan setingkat Sekolah Menengah Atas, juga membekali kecakapan bermata
pencaharian sehingga mereka mampu memperoleh pendapatan sehari – harinya.
Penting juga kita memahami standar kompetensi lulusan (SKL) program Paket C.
Kita akan dapat mensinkronkan antara arah dengan SKL program Paket C, dan
inilah awal yang principal bagi pengembangan kurikulum yang merupakan kegiatan
berikutnya.
Dalam konteks pengembangan atau
pembangunan daerah, maka setiap program pendidikan wajib mempertimbangkan
potensi ungulan dan permasalahan terkait
pembangunan daerah. Pendidik dan semua insan pembangun pendidikan wajib
memahami, mengelaborasi, dan mensinergikan (merasukkan) program unggulan daerah
ke dalam dunia pendidikan, yang antara lain melalui rekayasa kurikulum,
rekayasa strategi pembelajaran, dan rekayasa iklim pendidikan.
Secara sederhana, Cilegon memiliki
komitmen bersama (bisa jadi visi) “Akur Sedulur, Jujur, Adil, Makmur”. Komitmen
ini perlu dipertimbangkan bahkan menjadi dasar pemikiran, strategi, dan
operasional pendidikan di Kota Cilegon. Kurikulum bisa direkayasa secara lokal
untuk mengakomodasi atau menguatkan nilai – nilai kesepakatan (komitmen)
tersebut. Begitu juga dalam hal rekayasa strategi pembelajaran dan iklim
pendidikan pada umumnya.
2.
Mengembangkan kurikulum
a. Pelajari
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
SKL sebagai pokok pengembangan
kurikulum perlu kita pahami dengan seksama, kaitan antara kompetensi yang satu
dengan kompetensi lainnya. Selanjutnya kita perlu mempelajari semua Kompetensi
Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) dengan mencari jawaban atas beberapa
pertanyaan mata pelajaran atau mata latih apa yang diampu, berapa standar
jumlah pembelajaran, berapa jumlah standar kompetensi yang akan ditunjukkan di
akhir program, dan bagaimana kedalaman dan keluasan tiap materi dalam setiap
standar kompetensi?
Melalui jawaban atas pertanyaan –
pertanyaan tersebut kita dapat menyimpulkan gambaran peta pembelajaran yang
akan kita lakukan terkait dengan jumlah materi, kedalaman materi, keluasan
materi, dan sebaran jam pelajaran tiap minggu, tiap bulan, dan tiap kurun
tertentu (misalnya smester).
b. Menyusun Kalender
Pendidikan
Penelaahan atau
mempelajari KI dan KD telah menghasilkan peta atau gambaran cakupan materi dan
aktifitas pembelajaran yang diperkirakan. Peta tersebut kemudian kita
konkritkan ke dalam Kalender Pendidikan (Kaldik). Kita telah paham bahwa Kaldik
merupakan gambaran
kegiatan/peristiwa yang terjadi setiap bulan dalam satu tahun, digunakan untuk
menetapkan jumlah hari/minggu efektif pembelajaran. Kaldik berfungsi untuk memberikan gambaran seluruh waktu dan kegiatan pengelolaan pembelajaran secara
jelas; sebagai acuan menyusun program tahunan, semester, bulan dan mingguan pembelajaran; meningkatkan
pendayagunaan semua fasilitas yang tersedia; dan menghindari seminimal mungkin
gangguan/hambatan dalam pembelajaran.
Kaldik seyogyanya disusun dengan memperhatikan kebijakan atau peraturan
Pemerintah Daerah berkenaan dengan penyelenggaraan program, besaran jadwal
akademik, jadwal pelaksanaan ujian, dan waktu pendaftaran. Sisi lain perlu juga
dipertimbangkan, yaitu tentang kesiapan waktu mengajar yang dimiliki
pendidik/tutor. Setelah itu, siapkan peralatan dan bahan membuat Kaldik seperti
kalender (umum/nasional, pendidikan tahun lalu, pendidikan terbaru yang
dikeluarkan Dinas Pendidikan), spidol warna, dan format kalender.
Dengan dimilikinya Kaldik berarti kita telah memiliki program pembelajaran
tahunan atau smesteran.
3.
Mengembangkan syllabus
Secara sederhana sillabus dapat
diartikan sebagai rencana pembelajaran pada
suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar
kompetensi/kompetensi inti, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
Menyusun atau mengembangkan syllabus
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a.
Mengkaji dan
Menentukan Standar Kompetensi
b.
Mengkaji dan
Menentukan Kompetensi Dasar
c.
Mengidentifikasi
Materi Pokok/Pembelajaran
d.
Mengembangkan
Kegiatan Pembelajaran
e.
Merumuskan Indikator
Pencapaian Kompetensi
f.
Menentukan Jenis
Penilaian
g.
Menentukan Alokasi
Waktu
h.
Menentukan Sumber
Belajar
4.
Mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP)
Pengembangan RPP merupakan wadah
penumpahan semua kemampuan pendidik dalam merencanakan pembelajaran. Pendidik
dituntut menskenariokan pembelajaran yang mengoptimalisasi potensi peserta
didik.
RPP merupakan usaha meramu materi,
metode, media, alat evaluasi, dan kiat atau siasat-siasat membelajarkan peserta
didik.
5.
Mengembangkan materi ajar
Materi ajar atau bahan belajar
merupakan pesan utama yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik. Materi
ajar disusun secara baik sedemikian rupa agar memudahkan peserta didik
mempelajarinya, juga pendidik menjadi terbantu saat memandu pembelajaran.
Materi ajar disusun bisa dari teoritis ke praktis, dari kompleks ke sederhana,
dari general ke khusus atau sebaliknya. Materi ajar dilengkapi dengan contoh
atau kasus fungsional terkait materi dan pengalaman peserta didik. Penyajian
materi pembelajaran seyogyanya memperhatikan keberadaan teori murni, teori
terapan, dan prosedur kerja implementasi materi terhadap pekerjaan atau
kegiatan sehari – hari peserta didik. Misalnya, materi tentang air. Teori
murninya adalah air selalu mengalir dengan mencari dataran/daratan yang lebih
rendah dari tempat beradanya. Teori murni lainnya bahwa air dapat menuju ruang
hampa udara sekalipun dia harus menuju ke atas. Teori terapannya dibuatlah
teknologi rekayasa penyedotan (pompa) air ke atas. Bagaimana membuat rekayasa
itu dan bagaimana pemanfaatan pompa adalah prosedur kerjanya.
6.
Mengembangkan media atau alat peraga
Pembelajaran yang baik adalah
pembelajaran yang mampu merangsang sebanyak mungkin alat indera yang dimiliki
setiap peserta didik. Media atau alat peraga antara lain berfungsi untuk
merangsang alat indera peserta didik. Dalam hal ini pendidik perlu mampu
memilih atau mengadakan atau mengembangkannya sehingga serasi dengan materi,
metode, dan suasana pembelajaran yang terjadi.
Media pembelajaran secara umum
dikategorikan menjadi media elektronik dan non-elektronik, media nyata dan
media tiruan (miniature), media kompleks dan sederhana.
7.
Mengembangkan alat evaluasi hasil pembelajaran
Alat evaluasi merupakan alat ukur
keberhasilan pencapaian kompetensi yang diproses-belajarkan. Alat evaluasi
harus mampu menguji apakah peserta didik mampu menguasai kompetensi atau tidak,
apakah perlu pembelajaran ulang atau tidak, apakah peserta didik lulus atau
tidak lulus.
Alat evaluasi disusun mengacu kepada
KI, KD, dan indicator yan telah dirumuskan dan tercantum dalam
kurikulum/syllabus.
B. Pelaksanaan
1. Persiapan
Kegiatan penting yang perlu dilakukan
pendidik dalam mempersiapkan pelaksanaan pembelajaran adalah memahami peserta didik secara
utuh-menyeluruh, mulai kondisi fisik, psikologis, keluarga, lingkungan tempat
tinggal atau tempat bermain, kesejarahan, daya tangkap dan tanggap, riwayat
sakit dan penyakit yang diderita, hoby, kecenderungan cara belajar, dan
sebagainya.
Kegiatan berikut setelah memahami
peserta didik, pendidik mereviu perencanaan – terutama mempelajari ulang RPP,
sekaligus mengembangkan alternative metode pembelajaran untuk mengantisipasi
kemungkinan perubahan kondisi dan situasi pembelajaran. Kemudian pendidik
melakukan pengaturan tempat belajar agar
membuat interaksi pembelajaran semakin menyenangkan, leluasa, dan mendorong
partisipasi aktif peserta didik.
2. Pelaksanaan
Mulailah pelaksanaan sessi
pembelajaran dengan 7 S (Salam, Senyum,
Sapa, Senangi, Seloroh, Selami, dan Sangkut). Kemudian ungkap pengalaman
peserta didik yang terkait dengan materi dengan cara pengungkapan mandiri atau
berdiskusi antarpeserta didik.
Pelaksanaan pembelajaran selalu berorientasi pada penciptaan suasana belajar
partisipatif, santai, serius, dan produktif serta optimalisasi kefungsionalan
materi terhadap kehidupan nyata peserta didik.
3. Evaluasi
Evaluasi pembelajaran menitik beratkan
pada proses dan hasil pembelajaran yang dikuasai peserta didik. Evaluasi proses
menyangkut keaktifan, daya libat, keseriusan, kerjasama peserta didik dalam
pembelajaran. Sedangkan evaluasi hasil berkenaan dengan tampilan peserta didik
dalam menampilkan kompetensi yang telah dimilikinya.
C. Penilaian dan
Tindak lanjut
Penilaian disini dibedakan dari
evaluasi. Penilaian dimaksudkan untuk membandingkan antara apa yang
direncanakan dengan proses dan hasil pelaksanaan pembelajaran secara umum,
meliputi kinerja 8 (delapan) aspek SNP
yang terlibat dalam pendidikan melalui pembelajaran yang terjadi.
Hasil penilaian ditindak lanjuti
dengan perbaikan, modifikasi, penggantian, dan sebagainya yang bertujuan untuk
meningkatkan tampilan dan kinerja pendidikan dan program pembelajaran yang akan
dilakukan setelah itu.
Langganan:
Postingan (Atom)